SANGIRAN
SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH YANG MENARIK DAN INOVATIF
Sebuah tempat yang menarik
disambangi jika ingin memperoleh sesuatu yang berbeda adalah Museum Purbakala
di Sangiran Jawa Tengah. Letaknya kurang lebih 10 km sebelah utara kota
Surakarta dan termasuk dalam wilayah Kabupaten Sragen. Sangiran dikenal sebagai
salah satu kawasan situs manusia purba penting di dunia. Bangunan museum
Purbakala Sangiran terletak di Kecamatan Kalijambe, tak jauh dari area situs fosil
purbakala. Situs itu dikenal dengan sebutan Situs Sangiran. Luasnya mencapai 56
km persegi, meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, Plupuh) dan
satu kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar (Gondangrejo).
Situs Sangiran berada di dalam
kawasan Kubah Sangiran yang merupakan bagian dari depresi Solo, di kaki Gunung
Lawu (17 km dari kota Solo). Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain
menjadi obyek wisata yang menarik juga merupakan arena penelitian tentang
kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia. Pada
Desember 1996 situs Sangiran ini secara resmi diterima UNESCO sebagai salah
satu dari Warisan Budaya Dunia dan dicatat dalam “World Heritage List” nomor
593 dengan nama “Sangiran Early Man Site”.
Menurut buku Museum Purbakala
Sangiran (2004) koleksi museum ini berjumlah kurang lebih 13.808 buah.
Koleksi itu berupa fosil manusia, fosil hewan, fosil tumbuhan,
batu-batuan, sedimen tanah dan juga peralatan batu yang dulu pernah dibuat dan
digunakan oleh manusia purba yang pernah bermukim di Sangiran. Sampai saat ini
sudah ditemukan 70 individu fosil Manusia Homo erectus di situs Sangiran.
Sesuai catatan pada website Sragen.go.id; jumlah fosil tersebut
merupakan 65 % dari seluruh fosil Homo erectus yang ditemukan di
Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di seluruh dunia.
Sebanyak 2.934 di antaranya disimpan di dalam ruang pameran museum Sangiran dan
10.875 buah lainnya disimpan di gudang penyimpanan museum. Sedangkan sejumlah fosil
manusia lainnya disimpan di Museum Geologi Bandung dan laboratorium
Palaeoanthropologi Yogyakarta. Jumlah koleksi museum ini akan bertambah karena
setiap musim hujan; bumi Sangiran selalu mengalami erosi yang sering menyingkap
temuan fosil lainnya dari dalam tanah.
Perjalanan berkendaraan roda empat
dari kota Surakarta menuju lokasi menyusuri jalan disamping rel kereta api ke
arah Purwadadi menyusuri jalan Kali Jambe; memang tak perlu lama, hampir satu
jam. Jalan yang bergelombang membuat sedikit gangguan sehingga tak bisa
meluncur mulus. Arah penunjuk ke lokasi yang ditulis di atas papan berwarna
dasar coklat dengan tulisan warna putih membuat pengunjung bisa bablas ke arah
Gemolong Purwodadi jika mata yang kurang jeli melihat tanda-tanda. Dari
pertigaan jalan menuju lokasi museum sejauh kurang lebih 6 km dapat ditempuh
lebih cepat karena kualitas jalan jauh lebih bagus.
Pintu masuk ditandai dengan dua
gading gajah besar yang melengkung. Kondisinya sangat asri, pepohonan di kanan
kiri jalan masuk terpelihara baik. Udara agak hangat walau angin
berhembus agak kencang. Lepas dari pintu gerbang pengunjung langsung bisa
melihat patung setengah badan manusia purba Sangiran yang ditandai dengan
tulang wajah dan rahang yang besar. Untuk memasuki museum ini pengunjung harus
membayar tiket masuk Rp.1.500,- per orang disamping biaya parkir, Rp. 500,-
untuk kendaraan roda dua dan Rp. 1000,- untuk mobil
Dengan sedikit berputar melalui
jalan kecil yang sedikit melengkung pengunjung memasuki ruang-ruang pamer
dari koleksi-koleksi yang dimiliki museum ini. Ruang pameran dibagi atas
beberapa bagian yang masing-masing berisi berbagai fosil. Misalnya di ruang
pameran utama terdapat Fosil Moluska klas Pelecipoda (kerang dengan dua
cangkang) dan Klas Gastropoda (kerang bercangkang spiral), disamping ada
diorama perkembangan sejak manusia purba hingga manusia masa kini. Di bagian
lain pengunjung dibuat takjub dengan gading gajah purba yang pernah hidup
antara 1.200.000 – 500.000 tahun yang lalu di daerah Cagar Budaya Sangiran
antara lain jenis Mastodon, Stegodon dan Elephas. Masih berdekatan dengan
gading gajah itu terdapat tengkorak kepala kerbau, tulang paha gajah dan rahang
bawah dan rahang atas Hippotamus atau yang kita kenal dengan Kuda Nil.
Copy tengkorak manusia purba dari
berbagai situs prasejarah dunia dipamerkan di sebuah sudut ruang pamer.
Ada copy tengkorak Australophitecus Africanus manusia yang diperkirakan
hidup 2,5 juta tahun lalu; juga copy tengkorak Phithecanthropus
Modjokertensis, manusia yang hidup sekitar 1,9 juta tahun lalu. Berjalan
menyusuri dan memperhatikan fosil dan diorama yang ada membuat pengunjung
seakan berada di zaman dahulu. Suasana yang senyap dan ruang dipenuhi beberapa
benda masa lalu serta diorama kehidupan manusia purba. Timbul kesan yang
terasa berbeda. Nuansa yang muncul bisa beragam. Pengunjung seakan dibawa larut
ke masa lalu sehingga membantu memahami apa yang dilihatnya tetapi bisa
juga sebaliknya. “ Saya kok seram melihatnya ya”? ujar Anti,
seorang murid kelas 5 sekolah swasta di Tangerang ketika menyusuri ruang pamer
yang nampaknya sengaja dibuat temaram.
Perlu ketenangan dan konsentrasi
untuk memahami dan menelisik setiap benda di ruang pamer itu. “Sangat membantu
memahami pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah” ujar Nugraha, siswa
kelas 7 sebuah Sekolah Mengah Pertama di Tangerang yang sengaja datang
mengunjungi museum ini. Bentuk visual nyata memang mempermudah sesorang untuk
mengingatkan bahan yang terurai di buku pelajaran.
Memahami evolusi manusia dari generasi
ke generasi dan temuan fosil-fosil binatang dari zaman ke zaman dapat menjadi
bahan pelajaran dan menambah wawasan mengenai kekayaan yang dimiliki
bangsa ini. Semua yang dipamerkan menjadi sumber ilmu dan pelajaran untuk
mengetahui apa yang telah terjadi di masa lalu dan kaitannya dengan
perkembangan antropologi, biologi dan budaya di masa datang.
Daerah tujuan wisata kini makin
banyak dengan beragam obyek menarik. Sebut saja mal sebagai pusat
perbelanjaan; pantai dan gunung yang berpanorama indah, rata-rata
penuh dengan pengunjung khususnya di hari libur. Namun menjadikan museum
sebagai obyek tujuan wisata masih memerlukan banyak usaha. Museum tentu sangat
berbeda dengan tujuan wisata lain yang memberikan kesenangan dan keceriaan
langsung pada pengunjung. Museum masih dipandang sebagai tempat menyimpan
barang-barang masa lalu; belum dilihat sebagai tempat memperoleh ilmu dan
pengetahuan yang berguna di masa datang. Sentuhan tehnologi yang membuat
pengunjung terutama anak-anak lebih tertarik sangat diperlukan. Tehnologi yang
seakan gajah purba hidup, bergerak, bersuara akan membuat nuansa yang berbeda
daripada hanya melihat replika atau gading gajah dalam etalase. Sentuhan
tehnologi untuk memberikan informasi yang menarik dan yang mampu memacu kreativitas
dan imajinasi pengunjung nampaknya sangat bermanfaat daripada hanya
menyajikan tulisan-tulisan pendek di bawah pajangan fosil-fosil.
Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata dalam upayanya membangun bidang kebudayaan dan
kepariwisataan yang berkelanjutan mengembangkan program-program yang dapat
meningkatkan pemantapan nilai-nilai baru yang positif dan produktif dalam
rangka memantapkan budaya dan karakter bangsa. Termasuk dalam program tersebut
adalah program-program yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan kawasan warisan budaya dunia dan nasional yang ada di Indonesia.
Situs Sangiran telah dikenal dunia
sebagai salah satu kawasan manusia purba dari Kala Pleistosen yang paling
lengkap dan penting. Kawasan ini dapat memberikan gambaran panjang tentang
evolusi manusai satu juta tahun terakhir melalui evolusi Homo erectus. Selain
Sangiran memberikan gambaran tentang evolusi fisik manusia, juga menggambarkan
evolusi budaya, evolusi flora dan fauna serta evolusi lingkungan. Perhatian
dunia terhadap kekayaan warisan budaya pada Situs Sangiran telah diwujudkan
dengan ditetapkannya Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia (WorldCultural
Heritage) oleh UNESCO tahun 1996 dengan nomor register 593. Dengan
ditetapkannya Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia, maka kawasan situs ini
perlu dikelola secara sistematis, terarah, dan berkesinambungan
Situs Sangiran terletak di
Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah. Kawasan sangiran
memiliki pengaturan zoning yang spesifik, sesuai dengan kandungan temuan yang
ada didalamnya, pengaturan zonanya dibagi menjadi 3 zona, yaitu Zona I (Inti)
dengan luas : 57,4032 Km², Zona Inti merupakan area situs yang perlu mendapat
perlakuan perlindungan mutlak. Zona II (Penyanggaberjarak 100 m di luar batas
zona inti, Berfungsi sebagai penyangga zona inti. Zona III
(pengembangan terbatas ) Lahan yang dapat dikembangkan/ difungsikan untuk
kegiatan pendukung pelestarian misalnya pendidikan dan pariwisata. Didominasi
Formasi Pucangan, sehingga kondisi tanah di zona ini stabil.
Pengelolaan Situs Sangiran saat
ini dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, berada
dibawah Direktorat Peninggalan Purbakala, Direktorat Jenderal Sejarah dan
Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Pengelolaan sebelumnya
dibawah BP3 Jawa Tengah. Dalam rangka penyempurnaan pengelolaan warisan dunia
tersebut, perlu adanya kajian yang terkait dengan pengelolaan warisan dunia
Situs sangiran, dengan segala karakteristiknya. Pembentukan Lembaga
Pengelola Kawasan Warisan Dunia dan Nasional untuk Cagar Budaya yang ditetapkan
Pengelolaannya Secara Terpadu khususnya Situs Sangiran dititikberatkan pada
koordinasi antar pihak-pihak terkait seperti pemerintah, pemerintah daerah dan
provinsi, serta masyarakat.
Tujuan kegiatan Kajian Pembentukan
Lembaga Pengelola Kawasan Warisan Dunia dan Nasional Kompleks Situs
Sangiran adalah mengkaji aspek-aspek yang berkaitan dengan pembentukan
organisasi pengelola Kawasan Warisan Dunia dan Nasional Situs
sangiran. Sasaran dari kegiatan ini adalah teridentifikasinya Bentuk Lembaga
Pengelola yang tepat untuk Kawasan Warisan Dunia dan Nasional Situs
sangiran dalam upaya pencapaian tujuan pelestarian cagar budaya secara utuh,
terpadu, sinergis dan berkelanjutan.
Ruang lingkup kegiatannya adalah
(1) Kesekretariatan; (2) Consultative Meeting (Rapat Konsultasi);
(3) Focus Group Discussion (4) Comparative Study pada Lembaga Pengelola
Situs-Situs Warisan Dunia; (5) Diskusi, brain storming, expert meeting (Eksternal);
(6) Sosialisasi Konsep Pengelolaan Terpadu Kawasan Warisan Budaya Dunia Situs
sangiran; (7) Diskusi Rutin Pemantauan Pelaksanaan Kajian Pengelolaan Situs
Sangiran; (8) Kajian Sosial Budaya Masyarakat Kawasan Situs Sangiran ; (9)
Kajian Pengembangan Objek Wisata Alternatif Kawasan Situs Sangiran; (10) Kajian
Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Situs Sangiran; (11)
Kajian Manajemen Terpadu Kawasan Situs Sangiran; (12) Studi Kelayakan Lembaga
Pengelola Kawasan Situs Sangiran Terpadu; (13) Kajian Potensi Ekosistem Kawasan
Situs Sangiran
Kegiatan ini dilandasi dengan
metode studi literatur (desk study), studi banding di Lembaga
pengelola situs dunia, kunjungan survei lapangan pada wilayah studi yang telah
ditetapkan, pembahasan internal di lingkungan Direktorat Jenderal Sejarah
dan Purbakala, konsinyasi, diskusi (Forum Group Discussion/FGD) dengan
melibatkan pakar/akademisi dan Pemerintah Daerah. Kegiatan ini diharapkan
dapat mewujudkan bentuk lembaga pengelola kawasan warisan dunia dan
nasional situs Sangiran. Hasilnya kajian pembentukan lembaga
pengelola kawasan warisan Dunia dan Nasional Situs Sangiran untuk
memberikan arahan kebijakan dan strategi pelestarian yang tepat (beberapa
Replika Fosil di Museum ini. 1) Fosil manusia, antara lain Australopithecus
africanus (replika), Pithecanthropus mojokertensis (Pithecanthropus robustus)
(replika), Homo soloensis (replika), Homo neanderthal Eropa (replika), Homo
neanderthal Asia (replika), dan Homo sapiens. 2) Fosil binatang bertulang
belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus
(gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis
palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinoceros sondaicus (badak), Bovidae
(sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba). 3) Fosil binatang laut dan air
tawar, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu,
Hippopotamus sp (kuda nil), Moluska (kelas Pelecypoda dan Gastropoda), Chelonia
sp (kura-kura), dan foraminifera. 4) Batuan, antara lain rijang, kalsedon, batu
meteor, dan diatom. 5) Artefak batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi,
kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak. Saat ini jumlah koleksi di
Museum ini seluruhnya ± 13.808 buah. Koleksi ini pastinya akan selalu bertambah
karena pada setiap musim hujan, daerah Sangiran selalu mengalami erosi yang
sering menyingkapkan atau memperlihatkan temuan fosil yang ada didalam tanah..
Sampai saat ini, Situs Manusia Purbakala Sangiran masih menyimpan banyak
misteri yang perlu untuk diungkap. Sebanyak 50 individu fosil manusia Homo
Erectus yang ditemukan. Jumlah ini mewakili 65% dari fosil Homo Erectus yang
ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50% dari populasi Homo Erectus di
dunia (Widianto : 1995, 1). Keseluruhan fosil yang ditemukan sampai saat ini
adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran
Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan.
Beberapa fosil manusia purba disimpan di Museum Geologi Bandung dan
Laboraturium Paleoanthropologi Yogyakarta. Dilihat dari hasil temuannya, Situs
Sangiran merupakan situs prasejarah yang memiliki peran yang sangat penting
dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling
lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hasil tersebut, Situs Sangiran
ditetapkan sebagai Warisan Dunia Nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat
Peringatan ke-20 tahun di Marida, Meksiko. Sedangakan menurut buku panduan
“Museum Situs Sangiran” terdapat satu Ruang Pameran Utama, dan dua Ruang
Pameran Tambahan. Pada Ruang Pamer Utama terdapat 15 vitrin dan tambahan diorama.
Didalam 15 vitrin tersebut terdapat Fosil Moluska contohnya moluska kelas
Pelecipoda atau biasa disebut kerang dengan dua cangkang: venericardia, arca,
terlina, ostrea, amonia,dsb dan moluska
kelas Gastropoda atau biasa disebut kerang bercangkang spiral: orthaulax,
olivia, turbo, eupleura, conus, dsb. Fosil Binatang Air misalnya fosil
tengkorak buaya, fosil kura-kura, fosil rahang dan sirip belakang ikan, fosil
gigi ikan Hiu, fosil ruas tulang belakang ikan dan fosil kepiting. Di Sangiran
juga ditemukan fosil ikan Hiu, ini menunjukkan bahwa Kawasan Sangiran pernah
digenangi air laut atau lautan luas. Kawasan ini kemudia berubah menjadi danau
dan rawa-rawa dengan bukti temuan fosil buaya, kura-kura, dan kepiting. Fosil
Kayu atau sisa-sisa batang pohon yang telah menjadi fosil. Pada vitrin ini
museum memamerkan Fosil Batang Pohon dari Dukuh Jambi, Desa Dayu, Kecamatan
Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar yang ditemukan pada tahun 1955 dan dari Desa
Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen yag ditemukan pada tahun 1977.
Kedua fosil ini berasal dari Formasi Pucangan. Fosil Kuda Nil(Hipopotamus Sp).
Contoh fosil dari Kuda Nil yang ditemukan adalah bagian rahang
bawah(Mandihula), rahang atas(Maxiila), tulang kering(Tibia), dan tulang kaki
depan bagian atas(Humerus). Fosil Copy Tengkorak Manusia Purba dari berbagai
situs prasejarah dunia yang secara berurutan menggambarkan bukti-bukti evolusi
manusia purba, misalnya Australopithecus Africanus, Pithencathropus
Modjokertensis,dll. Alat-Alat Batu. Manusia purba yang hidup di Sangiran
menggunakan batu sebagai peralatan masak. Misalnya: kapak perimbas, kapak batu,
gurdi,dsb.8 vitrin yang lain berisi tentang Batuan, Tengkorak Kerbau, Gajah
Purba, Fosil Bovidae(Binatang bertanduk), Stegodon Trigonocephalus, Fosil
Banteng, Fosil Rusa, Fosil Babi Harimau dan Badak, Fosil Rahang atas Elephas
Namadicus, dan Fosil Rahang Gajah. Kelebihan dari kawasan Museum Purbakala
Sangiran yaitu telah dilengkapi sarana dan prasarana kepariwisataan seperti
Menara Pandang, Homestay, Audio Visual, Guide, Taman Bermain, Souvenir Shop dan
Fasilitas Mini Car yang dapat digunakan pada wisatawan untuk berkeliling di
Situs Sangiran. Museum Purbakala Sangiran dapat dijangkau dengan menggunakan
kendaraan pribadi, bus pariwisata maupun angkutan umum. Museum ini merupakan
museum dengan koleksi geologika yang termasuk juga fosil, selain batuan dan
mineral. Koleksi bagian sejarah alamnya hampir lengkap dan beberapa bahkan
hanya dapat ditemukan, katanya, di museum ini. Ada ratusan ribu batuan dan puluhan
ribu fosil purba, sebagian dipajang dengan rapi dan informatif, Sehingga siswa
juga dapat memahami dan serasa kembali dikehidupan masa lalu. Di bagian sejarah
alam, seperti museum-museum sejarah alam umumnya, terdapat rentetan fosil dari
pertama terbentuknya Bumi hingga masa modern. Gambaran evolusi kehidupan sangat
akurat. Display di tata secara historis. Begitu kita masuk, kita akan diajak ke
awal pembentukan Bumi, juga terdapat evolusi manusia. Koleksi fosil di daerah
awal pembentukan Bumi juga cukup lengkap. Di bagian manusia purba, terdapat
banyak sekali fosil asli Indonesia. Situs Sangiran antara lain merupakan salah
satu pusat evolusi manusia purba di dunia, memberikan lebih dari 80 individu
manusia purba takson Homo Erectus, menggambarkan evolusi faunal selama lebih
dari dua juta tahun, menggambarkan evolusi budaya selama 1,2 juta tahun. Peran
Situs Sangiran adalah sebagai salah satu pusat evolusi manusia dan peradaban
yang terpenting di dunia, pusat kajian evolusi manusia purba Sangiran dan sekaligus
sebagai rujukan situs-situs terbesar di Asia, destinasi wisata edukasi
berkaitan dengan evolusi manusia, budaya dan lingkungan.
Sangiran cukup bagus
dijadikan sebagai media pembelajaran karena sudah terdapat lcd dan penjelasan
mengenai tata surya dan proses pembentukan bumi. Pengunjung juga dapat membeli cideramata untuk oleh-oleh dan untuk
proses belajar mengenai peninggalan yang terdapat di Sangiran. Misalnya kapak
genggam, batu serpih, pisau, dan
sebagainya. Namun demikian
Sangiran juga memiliki beberapa kekurangan, sejak Sangiran ditetapkan sebagai
situs warisan dunia tiga belas tahun lalu, pengelolaan Situs Sangiran itu
kurang mengalami banyak kemajuan. Artinya, seluruh potensi yang ada belum dapat
dinikmati secara maksimal baik untuk kepentingan ideologi, akademik maupun
ekonomi. Bagi pemerintah, Situs Sangiran merupakan wilayah cagar budaya
penghasil fosil yang keberadaannya sangat langka di dunia sehingga perlu dijaga
dan dilindungi kelestariannya. Tentu saja secara tidak langsung masalah ini
menghambat proses pembelajaran bagi para siswa siswi. Selain itu, diorama yang
diberikan kurang menarik perhatian pengunjung karena terlalu gelap dan kurang
penerangan. Aksesbilitas dari setiap ruang pamer satu ke ruang pamer yang lain
juga sangat sempit dan harus memutar. Ini menyebabkan pengunjung tidak langsung
bergegas ke ruang pamer selanjutnya. Tulisan atau keterangan yang ada di setiap
vitrin juga kurang besar sehingga jika rombongan kita tidak dapat mengetahui
apa arti dan maksud dari gambar atau fosil yang dipamerkan. Ketika pengunjung
sedikit, setiap pengunjung kemungkinan akan lebih lama melihat-lihat karena
ruang geraknya lebih luas. Pengetahuan mereka juga akan lebih mendalam karena
memeriksa hingga ke detail. Untuk itu, touchscreen perlu diaktifkan sehingga
pengunjung dapat lebih jauh mendalami geologi dan sejarah alam. Dan kemungkinan
juga pengunjung akan mempelajari lebih jauh lagi dengan membeli berbagai
cenderamata. perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan) cagar budaya Situs
Sangiran
Kesimpulan dari apa yang saya
peroleh dari data diatas adalah yaitu Sangiran telah layak menjadi salah satu
media pembelajaran yang menarik dan inovatif bagi siswa yang akan berkunjung.
Karena di situs Sangiran ini sudah ada berbagai macam media yang sangat
mendukung. Toko Cinderamata juga akan membuat para pengunjung flash back pada
masa lalu dengan cinderamata yang dibentuk serupa dengan fosil-fosil yang
terdapat dalam museum. Cinderamata juga bisa sebagai kenang-kenangan atau buah
tangan kepada teman atau keluarga